Sabtu, 14 April 2012

ANALISIS KAYU GERGAJIAN



PENDAHULUAN

            Analisis biaya dalam industri penggergajian. Variasi harga berdasarkan jenis dan kualitas sangat tinggi. Menggergaji kayu mahal akan lebih cepat mencapai titik BEP sehingga akan memperoleh keuntungan yang rendah pada tingkat produksi. Begitu juga halnya dengan penggergajian pada kayu murah. Maka akan meningkatkan nilai keuntungan

ISI
Analisis peran kayu gergajian terhadap ekonomi nasional dinilai berdasarkan beberapa kriteria, yaitu :
1.      Biaya Sumber Domestik (DRC = Domestic Resource Cost)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar biaya domestik yang diperlukan dalam memproduksi dan mengekspor suatu produk untuk dapat memperoleh suatu unit devisa. Makin kecil nilai DRC suatu industri berarti makin efisien industri tersebut dalam memanfaatkan sumber domestik untuk menarik pendapatan dari sumber luar negeri, yang berarti lebih baik bagi pembangunan ekonomi nasional.

2.      Peningkatan Nilai Tambah (added value)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar tambahan nilai manfaat yang diperoleh dari proses industri pengolahan kayu bulat. Nilai tambah merupakan selisih nilai penjualan produk dikurangi harga bahan bakudan pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat eksternal.

3.      Penyerapan Tenag Kerja Langsung
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu industri mempunyai daya serap tenaga kerja, baik secara total/volume industri maupun per satuan bahan baku (m3 log).

4.      Efisiensi Pemanfaatan Modal Investasi (ICOR = Incremental Capital Output Ratio)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar tambahan modal yang harus diinvestasikan untuk memperoleh tambahan suatu unit output. Makin kecil nilai ICOR suatu industri berarti makin efisien industri tersebut dalam penggunaan modal.
Berdasarkan analisis DRC diperoleh nilai DRC kayu lapis sebesar Rp. 1.480,- yang lebih besar dari nilai DRC kayu gergajian sebesar Rp. 1.384,-. Sementara itu nilai tukar 1 US $ = Rp. 1.664,-. Hal itu mengandung arti bahwa dalam penciptaan devisa industri kayu gergajian lebih efisien menggunakan biaya dalam negeri dibandingkan dengan industri kayu lapis.
Analisis nilai tambah menunjukan bahwa dengan tidak memperhitungkan industri kayu lanjutan, maka nilai tambah total industri kayu lapis sebesar kurang lebih Rp. 795,9 milyar lebih unggul dari kayu gergajian sebesar Rp. 265 milyar. Hal ini diduga kuat berkaitan dengan beberapa faktor antara lain : dukungan kebijakan ekonomi dari pemerintah, alokasi kayu bulat untuk industri kayu lapis (66,89%) jauh lebih besar dari kayu gergajian (14,95%).
Berdasarkan besarnya daya serap tenaga kerja langsung, industri kayu lapis lebih unggul (140.578 orang per tahun) dari kayu gergajian (68.298 orang per tahun). Hal ini terjadi karena faktor kebijaksanaan yang telah disebutkan diatas. Namun demikian, jika daya serap tenaga kerja dihitung berdasarkan per m3 penggunaan kayu bulat (log) oleh industri, maka daya serap tenaga kerja oleh industri kayu gergajian menjadi lebih besar (14,16 pekerja per 1000 m3 log) dibandingkan dengan industri kayu lapis (9,43 pekerja per 1000 m3).
Berdasarkan hasil perhitungan nilai ICOR yang menunjukan berapa besar tambahan modal yang harus diinvestasikan untuk memperoleh tambahan satu unit output, maka diperoleh hasil bahwa industri kayu gergajian lebih unggul dari kayu lapis dengan nilai ICOR 5,03.
Hal-hal lain yang juga dipertimbangkan diantaranya adalah besarnya limbah bahan baku, pertumbuhan industri kayu lanjutan dan pemerataan pendapatan masyarakat maka akan menunjukan bahwa industri kayu gergajian lebih unggul lagi daripada industri kayu lapis. Suatu perhitungan optimalisasi industri kayu Indonesia yang berdasarkan kriteria efisiensi penggunaan bahan baku (log), daya serap tenaga kerja per m3 bahan baku, harga tenaga kerja, nilai tambah per m3 bahan baku dan pajak langsung menunjukan bahwa posisi ranking industri kayu gergajian lebih unggul daripada industri kayu lapis. Lebih lanjut perhitungan tersebut menyarankan adanya peningkatan volume industri kayu gergajian dan pengurangan industri kayu lapis dalam keterbatasan penyediaan bahan baku yang ada. Berdasarkan pengalaman keragaan industri kehutanan masa lalu dan melihat beberapa tantangan yang akan terjadi di masa datang, seperti adanya pasar bebas, sumber daya hutan yang makin terbatas, dan tuntutan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang semakin kuat dan lain-lain, maka studi ini merekomendasikan agar kebijaksanaan industri kehutanan di Indonesia yang selama ini cenderung mengutamakan industri kayu lapis perlu diperbaiki, yakni diarahkan untuk meningkatkan industri penggergajian dan industri pengolahan kayu hilir yang dari keragaan ekonominya lebih efisien.