PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Buah
durian matang, atau tepatnya arilusnya, yang merupakan bagian yang dapat
dimakan, umumnya dikonsumsi dalam keadaan segar. Di pasar, buah durian ini
mengiklankan diri melalui baunya yang keras dan khas.
Buah
durian diawetkan dengan cara mengeringkan daging buahnya menjadi kue durian,
atau diolah menjadi dodol; dapat pula difermentasi atau dijadikan asinan. Kini
arilus durian juga diciutkan dan dibungkus, lalu dibekukan untuk memperpanjang
penyediaan durian dimana dengan cara ini buah durian dapat diterima di pasaran
ekspor. Rasa durian lebih disenangi di dalam es krim dan kue-kue. Biji durian
yang direbus atau dibakar dimakan sebagai makanan kecil. Pucuk muda dan buahnya
yang masih muda dapat dimasak untuk lalap.
Kulit
buah yang dikeringkan digunakan sebagai bahan bakar, terutama untuk mengasapi
ikan. Beberapa bagian pohon durian dimanfaatkan sebagai obat; buah durian
dianggap dapat menyembuhkan kesehatan orang atau hewan yang sakit. Menurut
kepercayaan yang umum dianut, orang yang memakan durian dibarengi dengan
minuman beralkohol dapat menyebabkan sakit atau bahkan mematikan. Kayunya yang kasar dan ringan tidak
tahan lama, tetapi dapat digunakan untuk konstruksi dalam rumah clan perkakas
rumah yang murahan. Tanaman durian dapat tumbuh di dataran rendah sampai
ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Namun, produksi terbaiknya dicapai
jika penanaman dilakukan pada ketinggian 400-600 m di atas permukaan laut.
Tanaman ini menyukai daerah yang beriklim basah atau tempat-tempat yang banyak
turun hujan. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhannya yaitu tanah yang
lembap, subur, gembur, tak bercadas, dan kedalaman air tanahnya tidak lebih
dari 1 m.
Tujuan
Percobaan
-
Mengetahui
cara pembuatan dodol durian
-
Mengamati
mutu dodol durian secara organoleptik berdasarkan warna, aroma, rasa, dan
tekstur
TINJAUAN
PUSTAKA
Di
Indonesia, sebagian besar durian masih ditumbuhkan dari benih, walaupun
beberapa cara perbanyakan klon telah dipraktekkan pula. Di Filipina,
perbanyakan dengan benih telah diganti dengan penyambungan sanding (inarching)
dan penyambungan celah (cleft grafting). Di Thailand, pembibitan-pembibitan
menghasilkan sejumlah besar pohon durian melalui dua cara. Penyusuan secara
tradisional mungkin merupakan penyambungan sanding yang cukup sederhana dan
sangat tinggi persentase keberhasilannya; caranya ialah batang bawah yang
dipelihara dalam kantung dibuntungi dan disisipkan ke cabang kecil pada tanaman
induknya (Rukmana, 1996).
Cara
lainnya ialah penyambungan hipokotil, menggunakan semai dalam pot, berumur 5-6
minggu, yang disambung-celah dengan batang atas-mini yang dipotong dari pucuk
lateral yang tipis saja. Perlakuan fungisida, terowongan plastik, dan naungan
berat sangat diperlukan untuk melindungi jaringan yang masih rapuh. Benih
durian kv. 'Chanee' biasa digunakan di Thailand untuk meningkatkan penyediaan
batang bawah. Anakan durian dapat ditanam di lapangan seteiah berumur 1 tahun,
dengan jarak tanam 8-16 m (Setiadi, 1997).
Cara pemeliharaan durian dapat
dilakukan denganmembabat gulma dan
dibiarkan sebagai mulsa, tetapi lahan di bawah kanopi pohon diusahakan bebas
dari gulma. Penyedotan hara sampai saat panen berjumlah 2,4 kg N, 0,4 kg P, 4,2
kg K, 0,3 kg Ca, dan 0,5 kg Mg per ton buah, tetapi penyedotan hara total belum
pernah diteliti. Praktek di Thailand ialah memberikan pupuk majemuk dekat
dengan garis-tetes segera setelah muncul kuncup bunga, ditunjang dengan pemberian
pupuk di atas tanah jika telah ada pembentukan buah yang lebat; pemberian pupuk
lainnya dilakukan setelah panen. Jika tersedia pupuk kandang, dapat
menggantikan pemberian pupuk yang terakhir (Anonimous, 1997).
Hama dan penyakit yang menjangkit tanaman durian ini adalah busuk akar, penyakit busuk
pangkal batang, atau kanker-bintik (patch canker), yang disebabkan oleh
Phytophthora palmivora, merupakan pembunuh yang ditakuti. Jamur ini hidup di
dalam tanah dan memperlemah pohon dengan cara menginfeksi akar. Infeksi bagian
di atas permukaan tanah juga terjadi, barangkali terutama disebabkan oleh
cipratan partikel-partikel tanah. Pohon durian akan mati jika infeksi pada
pangkal batang lama-lama melukai keliling batang pohon itu (Untung, 1996).
Untuk
memberantas penyakit ini, pangkal batang diusahakan bebas dari tunas-tunas
lateral setinggi 1 m atau lebih, lahan sekitar pohon agar bebas dari gulma, dan
pengairan hendaknya tidak membasahi pangkal batang atau tanah yang dekat situ,
juga air penyiraman dari satu pohon tidak membasahi pohon lain. Semacam pasta
fungisida (sistemik) dicatkan pada pangkal batang durian, dan pohonnya
hendaknya seringkali diperiksa, bagian yang terinfeksi agar dipotong dan bekas
lukanya dibersihkan. Penyakit-penyakit lain, seperti bintik daun yang
disebabkan oleh Colletotrichum spp.,
Homortegia durionir dan Phyllorticta
durionir, dan busuk buah (Rhizopus
sp.), tidak begitu berarti (Aksi Agraris, 1997).
Di
Kalimantan Tengah telah berkembang pengolahan buah durian berupa dodol yang
disebut lempok. Pembuatan lempok ini dilakukan secara turun temurun dengan
teknologi sederhana. Dodol durian mempunyai potensi pasar tinggi, baik dalam
maupun luar daerah dengan harga relatif mahal, sehingga memberikan nilai tambah
yang sangat menguntungkan. Kualitas
dodol yang dihasilkan masih beragam dan kemasannya pun sangat sederhana,
sehingga pemasaran terbatas hanya di sekitar lokasi produksi dodol (Iptek NET, 2005).
Setelah buah durian dibuka dan diambil isinya, daging
buahnya dipisahkan dari bijinya. Daging
buah durian ditambah 1 kg gula pasir untuk daging buah 4-5 kg dan 2 sendok teh
garam. Semua bahan dimasukan dalam kuali yang diletakkan pada
tungku. Tungku dibuat dari drum bekas dibagi dua (setengah bagian drum)
kemudian dibuat lubang untuk tempat kayu.
Dalam pengolahan lempok, api tidak boleh terlalu besar dan bahan dikuali
harus diaduk terus menerus. Untuk 1
kaleng diperoleh bahan ± 4,5 kg dibutuhkan lama pengadukan 3-4 jam. Lempok siap
diangkat atau dianggap matang bila tidak lengket pada alat pengaduk (Iptek NET,
2005).
Pengolahan lempok berlangsung antara 1-2 bulan per musim,
karena bahan segar lempok terbatas.
Sehingga pengusaha melakukan penyimpanan dalam bentuk lempok. Cara penyimpanan lempok yang dilakukan oleh
pengusaha di kabupaten Murung Raya dan Barito Utara adalah dengan memasukkan
bahan lempok ke tempat yang dilapisi dengan plastik, seperti ember atau tong,
kemudian ditutup rapat dan diletakkan dalam rak-rak. Penyimpanan dapat bertahan antara 4-6 bulan
dengan volume penyimpanan antara 1-1,5 ton per pengusaha. Sedangkan di desa
Tumbang Liting, lempok yang sudah dibungkus dengan plastik kemudian dibungkus
dengan daun ”tantowo”, setelah itu disusun rapi di atas perapian (para-para),
lalu ditutup dengan kawat kasa untuk menghindari gangguan hama tikus. (Sunarjono,
1999).
Pengkajian pengemasan lempok durian spesifik Kalimatan
Tengah ini terdiri dari dua tahap, yaitu merancang teknik pengemasan dan desain
kemasan lempok dan dodol durian dan mengetahui respon konsumen terhadap desain
kemasan yang dibuat. Analisis
menggunakan kuisioner dan di uji dengan metode skoring. Bahan dan alat berupa plastik, kertas, kotak
karton, kertas label, alat pencetak dan
labeling (Anonimous, 2003).
BAHAN DAN METODA
Bahan
-
Durian 300 gr
-
Gula merah
-
Santan kelapa
-
Tepung ketan
-
Gula pasir
-
Garam
Alat
-
Sendok makan
-
Baskom
-
Saringan
-
Kuali
-
Kompor
-
Pisau
-
Plastik transparan
-
Cetakan dodol
-
Sudip
Prosedur Percobaan
-
Dihancurkan buah dengan blender
-
Dicampur bubur buah dengan tepung ketan
dengan perbandingan 1 bagian tepung ketan untuk 15-20 bagian bubur buah
-
Diaduk rata
-
Ditambahkan 1 bagian gula pasir, 3
bagian gula aren, sedikit garam dan santan dipanaskan dan diaduk terus sampai
merata sampai tekstur menjadi pasta liat
-
Dimasukkan ke dalam cetakan dodol
-
Didinginkan dan dibiarkan mengeras
-
Dipotong-potong dan dibungkus dengan
kertas minyak yang dilapisi dengan plastik
Pembuatan Dodol :
Dalam pembuatan dodol, bahan yang dipanaskan
harus diaduk terus-menerus. Hal ini dilakukan agar dodol tidak gosong. Adapun
perbandingan durian dan tepung ketan dalam pembuatan dodol adalah 15 : 1x20
dimana durian yang dipakai untuk pembuatan dodol sebanyak 300 gram, 20 gram
tepung ketan, 20 gram gula pasir, 60 gram gula aren. Dodol durian mempunyai
potensi pasar tinggi, baik dalam maupun luar daerah dengan harga relatif mahal,
sehingga memberikan nilai tambah yang sangat menguntungkan. Kualitas dodol yang
dihasilkan masih beragam dan kemasannya pun sangat sederhana, sehingga
pemasaran terbatas hanya di sekitar lokasi produksi dodol. Setelah buah durian
dibuka dan diambil isinya, daging buahnya dipisahkan dari bijinya. Daging buah
durian ditambah 1 kg gula pasir untuk daging buah 4-5 kg dan 2 sendok teh
garam. Semua bahan dimasukan dalam kuali yang diletakkan pada
tungku. Dalam pengolahan dodol durian,
api tidak boleh terlalu besar dan bahan dikuali harus diaduk terus menerus.
Dodol siap diangkat atau dianggap matang bila tidak lengket pada alat pengaduk.
Cara penyimpanan dodol dalam jumlah besar harus diperhatikan, hal ini sesuai
dengan pernyataan Sunarjono (1999) yang menyatakan cara penyimpanan lempok yang
dilakukan oleh pengusaha di kabupaten Murung Raya dan Barito Utara adalah
dengan memasukkan bahan lempok ke tempat yang dilapisi dengan plastik, seperti
ember atau tong, kemudian ditutup rapat dan diletakkan dalam rak-rak. Penyimpanan dapat bertahan antara 4-6 bulan
dengan volume penyimpanan antara 1-1,5 ton per pengusaha. Sedangkan di desa
Tumbang Liting, lempok yang sudah dibungkus dengan plastik kemudian dibungkus
lagi dengan daun ”tantowo”, setelah itu disusun rapi di atas perapian
(para-para), lalu ditutup dengan kawat kasa untuk menghindari gangguan hama
tikus. Menurut petani penyimpanan
demikian dapat bertahan 1 tahun dan mutu lempok tidak berubah, akan tetapi
volume simpan terbatas antara 50-100 kg/tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Aksi
Agraris. 1997. Budidaya Durian. Kanisius. Yogyakarta
Anonimous.
1997. Berkebun Durian Ala Petani Thailand. Penebar Swadaya. Jakarta
Anonimous. 2003. Mengebunkan Durian
Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta
Iptek NET. 2005. Durian Si dodol. Diambil dari http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_
pangan. [ 30 November 2008]
Rukmana, R. 1996. Budidaya dan Pasca
Panen Durian. Kanisius. Yogyakarta
Setiadi.
1997. Bertanam Durian. Penebar Swadaya. Jakarta
Sunarjono, H. 1999. Aneka Permasalahan Durian dan
Pemecahannya. Penebar Swadaya. Jakarta
Untung, O.
1996. Durian Untuk Komersidil dan Hobi. Penebar Swadaya. Jakarta